Senin, 29 April 2019

P. Pucuk Umun Menantang Syech Maulana Hasanuddin (ponakannya) Adu Ayam Jago, Taruhannya Tanah Banten

Prabu Pucuk Umun tampak menggenggam tombak pusaka, dan golok ciomas terselip di pinggangnya. Rambutnya gondrong sampai leher, berbusana serba hitam dan mengenakan ikat kepala. Dengan lantang dan berwibawa dia berkata, "wahai ponakanku Maulana Hasanudin jika kamu ingin meneruskan menyebarkan agama Islam di tanah Banten, kita harus bertaruh adu ayam jago, jika kamu kalah kamu harus meninggalkan Banten dan juga Islam agamamu, tapi jika ayam jagomu menang maka sebagai taruhannya jabatan adipati dan kekuasaan atas tanah Banten ini kuserahkan kepadamu".
Dengan membungkuk hormat Syech Maulana Hasanuddin menerima tantangan itu, lalu disepakati arena adu ayam itu di lereng gunung karang yang di anggap wilayah netral.
Syech Maulana Hasanuddin berpakaian jubah san soban putih membawa ayam jago pemberian dari Kanjeng Sunan Ampel, di iringi para Ustadz dan Santri pilihan, juga dikawal oleh senopati dan prajurit untuk menjaga kemungkinan buruk.

Ayam jago Prabu Pucuk Umun diberi ajian Braja Musti, kedua tajinya dipasangi keris tajam beracun di ikat di masing-masing tajinya. Sementara ayam jago Maulana Hasanuddin tak di pasangi apa-apa hanya do'a-do'a yang di panjatkan kepada Allah Sang Pemilik segala, namun sebelum di bawa ke arena ayam jago Syech Maulana Hasanuddin dimandikan di sumur kejayan di Masjid Agung Banten.

Dengan izin Allah ayam jago Syech Maulana Hasanuddin menang, dan ayam jago Pucuk Umun mati terkapar setelah bertarung. Syech Maulana hasanuddin dinyatakan memenangkan taruhan, Pucuk Umun merasa kalah dan memberi selamat kepada ponakannya, dan ia menyerahkan tombak pusaka dan golok ciomas sebagai simbol penyerahan kekuasaan tanah Banten kepada Syech Maulana Hasanuddin.


Cerita ini hanya Cerita Rakyat
Dikutip dari Drama Tarling, Cerita Kesenian Sandiwara, dan Kidung Tembang Bujangga.
Cerita ini bukan berdasarkan Fakta Sejarah



Jumat, 26 April 2019

KETIKA BEDUG DIPUKUL MAKA MUNCULLAH BUAYA-BUAYA ITU DARI SUNGA CIMANUK, SETELAH ITU TAK ADA LAGI BEDUG DI DESA JATISAWIT

Seekor anak buaya terbawa arus banjir  hingga sampai ke pemukiman warga. kemudian anak buaya putih itu diselamatkan oleh Ki Lebe Kamal karena mau di bunuh oleh penggembala kerbau karena ditakutkan buaya itu akan makan kerbau miliknya. Kemudian Ki Kamal membawa dan memelihara anak buaya di Kedokan Taluntaka (telaga) di samping balai desa Jatisawit. Karena Ki Kamal tidak mempunyai anak, maka Ki Kamal sayang banget sama buaya putih peliharaannya, anak buaya itu diurusnya dengan baik seperti mengurus anaknya sendiri. Dan yang sangat mengembirakan Ki Kamal dan istri, buaya tersebut tak pernah bikin ulah, tak pernah mengganggu orang dan hewan peliharaan, bahkan cara makannya pun seperti layaknya manusia, buaya ini suka nasi, tahu tempe goreng, sambel pete, dan suka juga dengan minum kopi atau teh manis.

Seiring berjalannya waktu, buaya putih yang dipelihara Ki Lebe Kamal di kedokan taluntaka tambah besar, dan diwaktu yang bersamaan Kepala Desa Jatisawit, Kuwu Sardana juga memiliki anak gadis remaja putri yang bernama Maryam, dan tiap bulan purnama ketika Ki Kamal dan Nyi Santi tidur, buaya ini berubah wujud menjadi pemuda ganteng dan gagah dan bernama Jumad, dan ketika malam purnama hari selasa kliwon (hari anggoro kasih) ketika Jumad Jaka Bajul sedang mencari teman-temannya sampailah Jumad di rumah Kuwu Sardana (Kuwu Desa Jatisawit), Rumah Kuwu paling ramai banyak sekali bujang dan gadis sedang bermain, sebagaimana suasana desa disaat bulan purnama. apalagi Kuwu Sardana sangatlah demawan. Di situlah awal pertemuan Jumad dan Maryam menemukan cinta pada pandangan pertama, Maryam anak Kuwu Sardana (kepala desa jatisawit) jatuh cinta sama Jumad. Singkat cerita jadilah mereka pasangan suami istri.

Seiring berjalannya waktu, Jumad lalu membawa istrinya ke habitatnya yaitu dasar sungai cimanuk. Kedatangannya disambut gembira oleh keluarga dansangat dihormati olwh warga dasar sungai cimanuk. Jumad jarang dirumah dan setiap dia mau pergi selalu berpesan pada maryam istrinya agar jangan sekali-kali naik ke langit-langit rumah. Ternyata larangan suaminya membuat penasaran Maryam, lalu naiklah dia ke langit-langit, dan begitu sampai diatas maka sampailah dia ke daratan.
Karena merasa bingung harus berbuat apa, maka pulanglah Maryam ke rumah orang tuanya sambil menangis menyesal karena tak mengindahkan larangan suaminya. Seminggu kemudian Jumad menyusul Maryam ke rumah mertuanya, tapi Maryam tak mau diajak kembali ke negeri dasar sungai cimanuk yang menurutnya banyak keanehan. Akhirnya Jumad pulang sendirian. tapi sebelum pulang jumad memberikan bedug kepada Maryam dan mertuanya dan berkata kapanpun mereka memerlukan Jumad, mereka bisa memukul bedug itu.

Kabar tentang suami Maryam dan perihal bedug itu terdengar luas, dan pengembala kerbau yang dulu mau membunuh anak buaya mendengar juga kabar itu. Karena tidak percaya maka dipukulnya bedug itu berkali-kali, dan muncullah buaya-buaya dari sungai cimanuk sehingga membuat geger dan menakutkan warga sekitar. Buaya-buaya itu kumpul dirumah Kuwu Sardana dan menanyakan mengapa mereka dipanggil. Kuwu Sardana lalu minta maaf atas ulah pengembala kerbau yang tak percaya perihal pemukulan bedug sebagai pemanggilan para buaya.
Maka untuk menghindari peristiwa itu terjadi lagi maka atas usul beberapa warga maka bedug itu di hanyutkan di sungai cimanuk agar kejadian tersebut tidak terulang lagi. Dan sampai sekarang Masjid Desa Jati sawit tidak pernah lagi memiliki bedug, dan masyarakat Desa Jatisawit tak ada lagi yang berani memeukul bedug.


Sumber:
Mimi Karsih Pawidean
Bapa Bodong Arjawinangun
Cerita Rakyat Masyarakat Jatisawit dan sekitarnya

Bukan Cerita Berdasarkan Fakta Sejarah






Kamis, 25 April 2019

TAMBA GEDE (OBAT MUJARAB) ASAL USUL NAMA DESA TAMBI

Adalah seorang senopati pimpinan pasukan kerajaan Mataram pada waktu pemerintahan Raden Patah, dimana setelah menjalani peperangan yang panjang mengusir penjajah belanda di Batavia, ternyata pasukannya kalah dan dibuat kocar-kacir oleh Belanda, dan keberadaan sang senopati sangat dicari oleh pihak Belanda disamping memiliki pengaruh besar, dan memiliki kesaktian mandraguna, juga mempunyai siasat perang yang sangat membahayakan pihak penjajah Belanda.

Sang Senopati adalah juga seorang pertapa, maka ketika seluruh pasukannya cerai berai, kemudian ia bersembunyi disuatu tempat dataran yang agak tinggi, disekeliling tempat tersebut selalu digenangi air sehingga masyarakat menyebutnya dengan PEPULO, (Blok Pulo). Senopati tersebut bertapa dibawah pohon-pohon yang besar dan rindang, Pohon Kesambi, Pohon Asem, dan Pohon Rengas (Yen ngadepi masalah disambi bari mesem lan aja ringas = hadapi masalah dengan senyum dan jangan panik). Karena lamanya waktu dalam pertapaan tanpa terasa seluruh tubuhnya tertutup oleh akar dan ranting pohon kesambi. sampai pada suati hari seorang pencari kayu yang bernama Jemirah mendapatinya ketika Jemirah mengambil ranting kayu bakar yang ternyata menutupi tubuh Senopati yang sedang bertapa. Kemudian Jemirah menyiram tubuh pertapa dengan harapan agar ia sadar dan setelah siuman Jemirah memberi minum pertapa itu, lalu Senopati pertapa itu siuman.
Setelah Senopati pertapa itu siuman, Jemirah si pencari kayu bakar bertanya kepada pertapa tersebut tentang identitasnya, akan tetapi sang pertapa tidak menjawab, hanya saja dia mengamanatkan bahwa sumber air yang membuatnya siuman dan sembuh segar kembali dinamakan TAMBA GEDE, yang artinya obat mujarab. Tempat sumber air yang sekarang menjadi sebuah sumur sekarang dikenal dengan nama TAMBI GEDE, dan masyarakat setempat masih memperingati peristiwa tersebut setiap tahun dengan mengadakan acara BARITAN dengan menampilkan pertunjukan wayang kulit semalam suntuk.

Senopati Pertapa tersebut kemudian memilih tinggal disitu dan bercocok tanam setelah sebelumnya membabat hutan di sekelilingnya dan membuat tempat tinggal serta pemukiman. Senopati Pertapa dianggap sebagai pendiri dan pemimpin masyarakat sehingga terbentuk sebuah desa yaitu Desa Tambi  yang berasal dari kata Tamba (obat).
Sampai suatu ketika Jemirah mengantar seorang prajurit yang membawa baju besi dan topi baja menemui Senopati Pertapa yang sekarang bernama Buyut Tambi, dan ternyata prajurit itu adalah mantan ajudannya ketika dulu Buyut Tambi menjadi Senopati Mataram. Akhirnya Buyut Tambi, Buyut Jemirah, dan Buyut Waja (karena membawa baju besi dan topi baja) bersama-sama membangun pemukiman dan tempat bercocok tanam bersama di Desa Tambi. mereka berkeluarga dan ber-anak pinak.

Desa Tambi tumbuh menjadi perkampungan besar dan potensial dari segi ekonomi hal ini menjadikan Desa Tambi banyak didatangi penduduk dari daerah lain untuk tujuan berdagang, tapi diwaktu yang bersamaan wilayah ini juga kerap dilanda keresahan akan tindak kejahatan dan perampokan. Akhirnya sang pemuka masyarakat mengadakan sayembara: siapapun yang bisa menangkap perampok dan menjaga keamanan maka akan di angkat sebagai KUWU (Kepala Desa).
Pada waktu itu Ki Raden Angres Senggiling (dari Plumbon Cirebon) menyatakan diri sanggup memegang tugas tersebut. Dan tak lebih dari 9 hari, Ki Raden Angres berhasil menangkap penjahat-penjahat itu dan mengikatnya di pohon Gayam, dan pohon Asem. Atas keberhasilan Ki Raden Angres Senggiling itu lalu masyarakat mengangkatnya menjadi Kuwu di Desa tambi tersebut. Ki Raden Angres, anaknya, dan cucunya jadi Kuwu di Desa Tambi, tapi setelah Indonesia merdeka, pemilihan Kuwu dipilih secara demokratis melalui Pemilu.



Penulis adalah Penduduk Desa Tambi
Rumah tinggal penulis berjarak 50 meter dari Tambi Gede

Sumber:
- Buku Sejarah Kecamatan Sliyeg
- Guru Toso (cicit Raden Angres Senggiling)
- Kunci Dasta (Cicit Mbah Buyut Tambi)
- Bapa Agung (Juragan Pande Besi, Produksi alat-alat pertanian jaman dulu)


Rabu, 24 April 2019

Nyi Mas Gandasari ingin menjadi wanita sejati

Mendengar kabar bahwa Panditha Ratu Kanjeng Sunan Gunung Jati dan Kanjeng Sunan Bonang sedang berdakwah menyebarkan Agama Islam di wilayah Palimanan Cirebon, Senopati Wanoja ing Palagan Nyi Mas Gandasari bergegas ingin menemuinya. Dan dalam perjalanan saat mencapai Gunung Jaya, rombongan yang terdiri dari Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, Ustadz dan Santri Pesantren Giri Amparan Jati beristirahat, didatangi oleh Nyi Mas Gandasari.
Nyi Mas Gandasari memohon pertolongan pada Sunan Gunung Jati untuk menyembuhkannya. Penyakit atau persolalan yang dihadapi Nyi Mas Gandasari adalah setiap bersuami, suaminya langsung meninggal. Oleh Sunan Gunung Jati, Permasalahan Nyi Mas Gandasari diserahkan kepada Sunan Bonang.
Sunan Bonang kemudian menyembuhkan Nyi Mas Gandasari dengan mengeluarkan seekor ular welang dari tubuh Nyi Mas Gandasari dengan tangannya. Ternyata ular welang yang dikeluarkan dari tubuh Nyi Mas Gandasari adalah Jin sakti berjenis kelamin laki-laki yang bernama Pangeran Welang. Kesembuhan Nyi Mas Gandasari ini diperingati dengan sebuah "pernikahan bathin" dengan cara menguburkan ular welang dari tubuh Nyi Mas gandasari yang disebut Pangeran Welang sebagai Pengantin laki-laki dan tongkat Sunan Bonang, sebagai pengantin wanitanya.
Sampai sekarang di Gunung jaya masih terlihat dua buah cungkup makam dari penguburan Pangeran Welang dan Tongkat Sunan Bonang tersebut.

Di kemudian hari dalam sebuah sayembara untuk mendapatkan jodoh, barang siapa bisa mengalahkan dirinya maka Nyi Mas Gandasari bersedia menjadi istrinya. Dan Nyi Mas Gandasari berhasil dikalahkan oleh Syech Magelung sakti (Pangeran Soka), lalu keduanya kemudian di jodohkan oleh Sunan Gunung Jati menjadi suami istri.

Semoga bermanfaat

PANTAI INDRAMAYU YANG LAYAK DIKUNJUNGI, DAN PANTAI TERLARANG ASEM RUNGKAD


Ada beberapa pantai di Indramayu yang di rekomendasikan layak di kunjungi, diantaranya:
1. Pantai Karangsong
    Terletak di Kota Indramayu dan hanya berjarak kurang lebih 3 (tiga) kilometer dari Kantor Kabupaten Indramayu, Pantai Karangsong memiliki daya tarik tersendiri karena di sekitar Pantai terdapat hutan bakau yang asyik untuk di explore, sangat bagus untuk jogging. Daya tarik lain adalah jalan menuju pantai Karangsong adalah pelabuhan kapal nelayan tradisional yang ber ukuran besar, dan sepanjang muara Karangsong yang merupakan akses utama ke Pantai juga lokasi pembuatan perahu penangkap ikan dari berbagai ukuran.

2. Pantai Tirtamaya
3. Pantai Dadap
4. Pantai Glayem

Tapi disamping pantai-pantai yang disebutkan diatas yang 'recomended' untuk dikunjungi, ada juga pantai pantai yang cukup bagus dan tersembunyi, letaknya di Karangampel - Indramayu, lokasinya sekitar sembilan kilometer dari kota Karangampel, yaitu Pantai Asem Rungkad, Pantai tersebut menyimpan segudang misteri, dan ketika penulis sampai ke Pantai Asem Rungkad, tersirat rasa takut yang luar biasa, dan tak lama penulis segera pergi meninggalkan pantai tersebut. ada sekelumit cerita dari penulis tentang pantai tersebut:

ASEM RUNGKAD PINTU GERBANG KERAJAAN GHAIB DEWI LANJAR

Surya Rasa berjalan lunglai tergopoh kearah pantai Karangampel tempat Asem Rungkad berada, secara kasat mata Asem Rungkad adalah pohon asem jawa yang tumbang dan menjorok kearah laut pantai utara.
Dari jauh Ki Wungkal, juru kunci asem rungkad sudah ada firasat tentang kedatangan seorang tamu yang mau berkunjung ke tempatnya di Asem Rungkad berada. Bahkan dari jauh Ki Wungkal sudah melihat raut kesedihan yang dalam di wajah Surya Rasa.

Setelah melalui berbagai rintangan akhirnya sampailah Surya Rasa tiba di tempat yang di tuju, Asem Rungkad. Lalu Surya Rasa mengutarakan maksud kedatangannya, rasa kecewa yang dalam dan sakit hati yang tiada tara membuatnya mendatangi Asem Rungkad, lalu memohon supaya Ki Wungkal bersedia menjadi perantara agar Surya Rasa bisa menghadap Ratu Pantai Utara Dewi Lanjar untuk mendapatkan solusi dari semua permasalahannya. Dan Ki Wungkal dengan senang hati menyetujui permintaan Surya Rasa.
Malam itu juga Ki Wungkal melakukan Puja Semedhi  memanggil sang Ratu, tak berapa lama sang Ratu di iringi Panglima Saka Blangka dan para pengawal setianya, Cacing Anil, Inti Lilit beserta senopati pengikut setia sang ratu menemui Ki Wungkal dan Surya Rasa di bawah pohon asem Rungkad. Sang Ratu lalu menanyakan maksud puja semedi pemanggilannya, dan Surya Rasa mengatakan maksud kedatangannya, kehidupan Surya Rasa selalu terhina dan tersisihkan, dari segi ekonomi Surya Rasa bukanlah orang kaya, dari segi penampilan Surya Rasa tak memiliki wajah yang tampan, dan dari latar belakang pendidikan juga tak memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi. 
Pantas saja ketika Surya Rasa menyatakan cinta pada Seruni kembang desa dari kampung Kalisapu ditolak mentah-mentah, bahkan yang lebih menyakitkan lagi Seruni mau dinikahi oleh seorang adik yang bernama Surya Jati.

Sang Ratu menyanggupi permintaan Surya Rasa agar supaya Seruni jatuh cinta padanya dan akan memberikan harta kekayaan berupa emas batangan kepada Surya Rasa,tapi dengan syarat setiap malam Jum'at Kliwon Surya Rasa harus datang ke Asem Rungkad untuk menemani tidur Sang Ratu.
Karena persyaratannya sangat mudah dan menyenangkan bagi Surya Rasa, dengan gembira disanggupinya persyaratan tersebut, bahkan malam itu juga Surya Rasa langsung tidur bersama sang Ratu.
Setelah Surya rasa terbangun dari tidur, Sang Ratu memanggil Saka Blangka dan Gendol Lendot Prawan Kawak (Siluman perempuan) untuk melaksanakan tugasnya. Setelah Surya Rasa memberikan identitas Seruni agar supaya jatuh cinta padanya, Gendol Lendot Prawan Kawak langsung merasuk ke tubuh Seruni.
Seruni yang baru selesai akad nikah dengan Surya Jati jadi meracau tak karuan, Seruni jadi hilang ingatan, dia selalu menyebut nama Surya Rasa, bahkan Seruni minta diantar dengan digendong menuju rumah Surya Rasa, Seruni bahkan tak mengenali keluarga dan teman-temannya.

Surya Jati (suami) dan keluarganya jadi kebingungan, dalam kebingungannya Surya Jati teringat kepada tempat dulu dia pernah bertapa yaitu Asem Rungkad. Dan dengan langkah pasti dia berjalan kearah Pantai Karangampel, tempat Asem rungkad berada, dan menemui Ki Wungkal yang dulu pernah dikenalnya. Di hadapan Ki Wungkal, Surya Jati mencurahkan kegundahan hatinya, sang pujaan hati yang baru dinikahinya sedang terkena penyakit ghaib dan menjadi hilang ingatan.
Betapa kagetnya Ki Wungkal ketika mengetahiu bahwa Seruni adalah istri dari Surya Jati, lalu Ki Wungkal menyarankan pada Surya Jati untuk tidak melanjutkan niatnya untuk bertapa, dan Ki Wungkal akan menyembuhkan  Seruni istri Surya Jati dengan cara memenggil Gendol Lendot Prawan Kawak untuk segera kembali ke Asem Rungkad.
Mendengar penjelasan dari Ki Wungkal, Surya Jati sangat gembira dan bersedia membayar "wjani" (biaya ritual) dari usaha yang akan dilakukan Ki Wungkal, bahkan akan mengganti "wejani" dari ritual sang kakak (Surya Rasa) yang dulu belum membayarnya.

Dengan dipanggil dan ditariknya siluman Gendol Lendot Prawan Kawak dari tubuh Seruni, maka hilang pula penyakit ghaibnya dan seruni jadi sembuh seperti sedia kala. Sedangkan Surya Rasa harus mempertanggung jawabkan perbuatannya, Surya Rasa diseret oleh Saka Blangka, Cacing Anil, dan Inti Lilit ke Asem Rungkad untuk menjadi suami Gendol Lendot Prawan Kawak, siluman perempuan yang sangat buruk dan menakutkan.


Semoga ada hikmah kebaikan bagi kita semua
Bila ada kekurangan dan kesalahan mohon maaf yang sebesar-besarnya

Sumber:
- Kuwu Wendi
- Cerita Rakyat Sandiwara Unjungan Mbah Buyut



Selasa, 23 April 2019

Raden Gilap, Bangsa Jin Putra dari Sultan Cirebon

Ki Geden Tepak saking Palimanan (Raja Jin dari Palimanan - Cirebon) sangat prihatin ketika melihat Raden Gilap, cucunya sangat bersedih karena ingin tau siapa ayah kandungnya, dan dirinya merasa sangat terpukul ketika teman-temannya mengejek sebagai anak tak ber-ayah dan anak haram. Ki Geden Tepak tidak berani memberi tahu bahwa sebenarnya ayah kandung dari Raden Gilap adalah Sultan Matangaji dari Keraton Kasepuhan Cirebon. Bahkan ibundanya, Dewi Banawati pun tak berani memberi tahu identitas sang ayah dari Raden Gilap.

Kisah ini berawal dari perjalanan Sultan Matangaji menuju Cirebon, setelah melakukan perjalanan dinas kerajaan dari Kadipaten Indramayu, di perempatan  jalan desa Palimanan Sultan Matangaji melihat seorang gadis cantik jelita yang bernama Banawati kadang dipanggil dengan nama Ciptawati, karena terpikat oleh kecantikannya sang Sultan langsung melamar dan menikahinya.

Sultan Matangaji pewaris Keraton Kasepuhan (cucu dari Kanjeng Sunan Gunung Jati Cirebon) tidak menyadari bahwa Dewi Banawati atau yang bergelar Permaisuri Kundup Melati adalah bangsa siluman sakti, dia Malih Rupa merubah dirinya berwujud manusia dengan ilmu kesaktiannya. Lalu mereka hidup bahagia seperti halnya pasangan pengantin baru, sampai suatu ketika Permaisuri Kundup Melati hamil dari buah perkawinan itu. Ketika Permaisuri Kundup Melati hamil lalu dia NGIDAM sebagaimana kebiasaan orang yang sedang hamil. Jika manusia normal biasanya ngidamnya adalah keinginan (nafsu makan) untuk makan rujak dari buah-buahan, tapi Permaisuri Kundup Melati adalah siluman, maka ngidamnya ingin makan rujak bayi manusia. Atas laporan dari seorang ibu yang anaknya direbut oleh Kundup Melati, dan laporan itu juga dibenarkan oleh para Elang (punggawa keraton) yang ikut ronda siskamling maka di hadapkanlah Kundup Melati di Pengadilan Kesultanan Kasepuhan Cirebon, ternyata Kudup Melati sangat pandai bicara semua keterangan korban dan saksi bisa dibantahnya, bahkan semua barang bukti semuanya sirna ilang amoro bumi (hilang tak berbekas). Tapi rakyat Cerbon sangat yakin bahwa Kundup Melati adalah pelakunya. Akhirnya Sultan Matangaji mengeluarkan pusaka sakti Golok Cabang peninggalan Mbah Kuwu sangkan (Pangeran Cakra Buana) Uyutnya, Dan baru saja Golok Cabang itu di arahkan ke wajah Kundup Melati, dia menjerit histeris dan berteriak-teriak sebagaimana siluman Rotadenawa: duuh biyang duuh biyang duuh biyang ampyun kakang...., Kundup Melati kembali ke wujud aslinya sebagai Siluman Perempuan yang buruk rupa dan mengerikan. Lalu sang Sultan mengusir Kundup Melati keluar dari keraton dan melarang makan bayi manusia lagi, Kundup Melati kembali menjadi Banawati dan pulang kampung ke  Pohon Waru Doyong Palimanan.